5 years ago...

it's 28 and the weather is getting warm.

flowers, candles, fancy food, and a gift. bright has prepared all, he throws glance at the mirror to make sure himself looks neat.

lonceng di pintu berkerincing, sosok win muncul dari baliknya sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada waitress. bright melambaikan tangan, memberi tanda posisi duduknya pada win.

“hai,”

win melongo, tidak membalas sapaan bright, ia memperhatikan meja bundar di hadapannya yang sudah tertata rapi dengan berbagai macam hidangan, bunga dalam vas, dan juga lilin-lilin cantik yang menyala.

“bright, please deh...”

“apa?” bright terkikik, ia kemudian berdiri, menarik kursi di hadapannya, melingkarkan tangannya di bahu win dan menyuruh pacarnya itu duduk.

“what's with these pricey things....?”

“Today is 28,” jawab bright singkat, “because it's 28, and we've been doing it for five years, why should it be this fancy?” tanya win.

“because it's not usual 28,”

win mengernyitkan keningnya, ia menatap bright yang mengeluarkan ponsel, mengetik sesuatu disana, lalu mengangkat kepalanya tepat saat ponsel win berdering. bright memberi kode pada win untuk melihat ponselnya. win keheranan, mereka sedang duduk berhadapan, mengapa bright mengiriminya pesan?

win membuka ponselnya dan membuka pesan yang dikirim bright. baru membaca satu kalimat yang tertera dalam tangkapan layar di ponselnya, matanya langsung berkaca-kaca, tanpa melanjutkan membaca isinya, win menatap bright dengan pandangan haru. “ini beneran?”

bright tersenyum kecil, “iya,”

“aaaaah!” melupakan ponselnya, win langsung berdiri dan memeluk bright, memeluknya erat sekali sambil membenamkan wajahnya di pundak laki-laki yang selalu ia harapkan hadirnya dalam setiap satuan waktu. bright membalas pelukan win, ia berbisik di telinga win, “thank you for always being supportive...”

“dear mr. bright vachirawit, congratulations! we're pleased to inform you that your application for master's degree has been accepted and you are invited to enroll in february 2018 for a course of study to the business degree with us, university college london.

win menyeka air matanya yang tidak tahu sejak kapan mulai mengalir, ia menggenggam tangan bright erat. “kamu harus berangkat ya, ini kan impian kamu dari dulu. kamu nggak usah khawatirin aku, aku gapapa kok, yang penting kamu bisa lakuin hal yang kamu mau,”

bright mengelus telapak tangan win pelan, ia tersenyum, tersenyum lama sekali sambil terus menatap tangan kanan win yang sedang digenggamnya. tak ada kecurigaan apapun, win hanya berpikir bright sedang menerawang jauh, menerka-nerka, setelah ini, seberapa sering mereka akan saling berepgangan tangan erat seperti sekarang jika nanti bright sudah pergi ke london?

tiba-tiba bright melepaskan genggamannya dan merogoh saku, ia kemudian meletakkan sebuah kotak beludru di telapak tangan win. degup jantung win berhenti sesaat, pikirannya menolak untuk memahami apa yang sedang ada di telapak tangannya sekarang. namun ketika bright membuka kotak tersebut dan win melihat sebuah cincin yang melingkar ada di dalamnya, rasanya seluruh organ tubuhnya berhenti bekerja sesaat.

“win, would you be my fiancee?”

fiancee.

fiancee.

never ever in win's wildest dream, he would hear those words from bright in the near future. at least, not now. not today.

“bright....”

“hm?” bright mengeluarkan cincin itu dari kotak, ia hendak memasangnya di jari manis win. “come with me to london, will you?”

“bright, aku....”

win refleks menarik tangannya, membuat bright yang akan melingkarkan cincin sedikit tersentak kaget. “win, kenapa?”

“sorry, aku....”

win memainkan tangannya gelisah, bergantian menatap jari manis dan cincin yang ada di tangan bright, “don't you think it's too soon?”

“too soon?” bright mengedipkan mata. “we've been together for five years, win.”

“iya, tapi...” win memutus kontak mata dengan bright yang terus memandangnya. ia menunduk, “would you give me some time to think?”

bright menghela napas berat, salah langkah kah ia? namun melihat win duduk dengan keadaan yang nampak tak nyaman, bright akhirnya mengalah. “okay. take your time.”

win mengangguk pelan, ia terlihat berusaha mengumpulkan seluruh nyawa dan pikirannya yang baru saja menghilang entah kemana. bright melempar senyum dari tempat duduknya, “happy anniversary, win.”


two weeks passed and win hasn't answered yet.

bright hates this, but he begins to doubt his decision to ask win to get engaged.

terlalu cepatkah gue? jangan-jangan win never portrait his future with me? didn't he love me enough? apa dengan gue ngajak dia tunangan, gue malah menghambat semua mimpi dan hal lain yang mau dia kejar?

pikiran-pikiran itu terus muncul di kepala bright. sehari, dua hari, tiga hari, dan terus membayangi hingga dua minggu berlalu. besok, bright akan berangkat ke london dan ia juga belum menemukan kepastian dari win. dalam hari-hari biasa, bright berusaha tidak menyinggung hal tersebut, begitu juga win. namun hati kecilnya selalu berharap bahwa suatu saat win akan datang dan memberinya jawaban yang ia inginkan. tak harus berangkat besok bersamanya, win bisa menyusul. kapan saja, bright pasti menunggu.

but little did bright know, suddenly he don't know what possessed into him, this time he let his intruisive think sweep board.

di suatu pagi pada bulan januari yang dingin, awan mendung dan suasana sendu, bright berdiri di depan pintu keberangkatan internasional, menunggu win yang berjanji datang ke bandara. jika ini masih bright dengan isi kepala yang sama dua minggu yang lalu, ia akan berharap win datang dengan membawa koper dan memakai baju hangat sepertinya. jika ini masih bright yang sama, dengan yang akan melingkarkan cincin pada jari win, ia pasti akan langsung berlari dan memeluk win yang sedang melambaikan tangannya dari parkiran mobil.

bright diam dan dunia disekitarnya seakan-akan berhenti bergerak. lidahnya kelu dan tangannya kebas. ketika win berjalan mendekatinya, ia mematung di tempat. dan ketika ia menyadari win berdiri di depannya, dengan tangan kosong, tanpa membawa koper, troli atau apapun, hatinya seakan dipecut seratus kali secara bersamaan dan tanpa ampun.

“hai,”

“win,”

“iya?”

“just forget about what i asked two weeks ago, ok?”

“maksudnya?”

panggilan terakhir untuk pesawat menuju london. bright mengeluarkan kembali kotak cincin dari dalam sakunya dan menyerahkannya pada win. “keep this for me. one day, if our path still crossed, i'll take this back and ask you once again.”

“bright, ini apa maksudnya?”

“let's just break up,”

“and i take back my words yesterday. please just giving up on me, win. “