MITOS HAPPY MEAL

GUNJANE ONESHOT from GMM CHINDO UNIVERSE


Gun memarkirkan mobilnya di depan rumah Jane, butuh beberapa menit sampai akhirnya gerbang besar itu terbuka dan muncul wajah Jane dibaliknya dengan cemberut sambil bersungut-sungut. Karena Gun sadar hari ini ia tidak telat, maka kemungkinan penyebab dari marahnya Jane cuma dua, satu, cewek itu lagi mau halangan, yang kedua, saudara kembarnya pasti berulah aneh. Dari dua kemungkinan, karena Gun hapal jadwal datang bulan Jane, pilihan kedua lebih masuk akal terjadi.

“Hai cantik.” Gun menyapa Jane yang masuk ke mobil dengan serampangan dan menaruh barang-barangnya dengan kesal. “Bright kenapa?”

“Huh?” Jane menoleh ke arah Gun, “Kok kamu tau kalo Bright bertingkah?” “Ya wajah kamu udah bete gitu,” ucap Gun. “Siapa lagi yang bikin kamu bete kalo bukan Bright?”

Jane tertawa satu kali, kemudian wajahnya kembali cemberut. “Nih, Ko, dia mecahin highlighterku! Aku baru beli kemarin, huaaaaaaaaa!” Jane menunjukkan sebuah kotak kecil di tangannya yang ia sebut highlighter. Gun hanya menatap alat makeup yang sudah retak di beberapa bagian itu dengan pandangan prihatin, “Dia ngapain?”

“Masuk ke kamarku, dia pinjem charger. Tapi dia nyari chargernya tuh gak pelan-pelan jadi akhirnya nyenggol ini! Huhuhuhuhuhuhu ini aku baru beli! Baru aku swatch satu kali, di tangan lagi! Liat nih, Ko.” Jane membuka kotak highlighter tersebut, iya sih, dari kotaknya, terlihat masih baru. Cuma isi di dalamnya sudah hancur tidak berbentuk.

“Ya udah, beli lagi aja, ya.” Ucap Gun sambil menyalakan mesin mobil. “Duuuuh, Bright tolol emang! Kesel banget aku, hih!” Jane mengambil ponselnya, kemudian dengan berapi-api mengirim sebuah voice note pada saudara kembarnya, “Eh, jancok! Mana cepetan transfer duitnya buat aku beli highlighter lagi! OH YO SIJI MENEH, AWAS YA KON MASUK-MASUK KAMARKU MENEH! OJOK SENTUH KABEH BARANGKU MULAI SAIKI, TITIK!”

Gun tertawa mendengar Jane yang marah-marah, dengan kalem ia berucap lagi, “Beli lagi aja, Jane. Aku beliin, deh. Lima.”

“Jangan Ko, biar dia ini tanggung jawab.” Balas Jane, ia masih memelototi ponselnya menunggu jawaban Bright, sedetik kemudian ia menjerit lagi. “AREK SINTINGGGG!”

“Kenapa?”

“Masa dia transfer cuma SELAWE? BUAT APA ANJIR SELAWE EMANGNYA MAU BELI NASI PECEL???!!!!” Jane kembali mencak-mencak, dan mengirim voice note lagi, “HEH AREK SETAN! SENG GENAH KON LEK TRANSFER! MANA ADA HIGHLIGHTER HARGANYA DUA PULUH LIMA RIBU COK!”

“Emang harganya berapa, sih?” tanya Gun.

“800 ribu.”

Gun melongo. “Mahal amat, sekotak kecil gitu doang?”

“Dior ini. Kalo gak pake ini pipiku gatel-gatel.”

Gun tertawa mendengar jawaban Jane, kemudian ponsel Jane berdenting dan terdengar balasan voice note dari Bright, “HEH! MENDING KON YO NJUPUK O EMAS NDEK TOKO, TERUS BLENDER-EN, WES KAN ISO DADI BLING-BLING NDEK PIPIMU?! LAGIAN OPO KOTAK CILIK KOYOK NGONO AE HARGANE MEH SEJUTA! MENDING AKU TUKU BOBA ISO ENTOK SAK PANCI!

Melihat Jane yang sudah mau naik pitam lagi, Gun langsung menahan tangan Jane dan mengelusnya pelan, “Wes ya, wes. Tak beliin, tak beliin. Percuma kamu tu ngomong sama Bright, gak bakal diseriusin, nanti kamu capek.”

Jane merengut kecil, namun melihat tangannya digenggam Gun jadi amarahnya surut seketika, ia akhirnya mengalah. “Ya udah deh,” ia kemudian menekan beberapa tombol di ponselnya, lalu memasukkan ke dalam tas.

“Ngapain itu?”

“Ngeblock Bright.”

“Astaga….”


“Sebenernya yang bikin kesel tuh, gara-gara itu masih baru terus belum sempet kepake, tapi udah pecah. Bukan harganya.” Jane mengamit lengan Gun, keluar dari Sephora sambil menenteng beberapa paperbag. Tadi sih niatnya cuma beli highlighter, tapi namanya cewek, kalo udah liat makeup, jadi kalap dan ikut-ikutan beli yang lain.

“Kalo Bright tahu Ko Gun yang gantiin highlighterku, pasti de e besok langsung acak-acak meja makeupku terus dirujak kabeh iku.” Ucap Jane masih dengan nada kesal, sementara Gun tertawa. “Kamu mau makan dimana?”

“Waduh, rame semua lagi,” Jane mengedarkan pandangannya ke restoran-restoran yang ada di sekelilingnya.

“Malem minggu, nih. Ngapain sih semua orang yang pacaran makan kesini.” Gerutu Jane, Gun tersentil sesaat mendengar gerutuan Jane, kemudian ia berkata, “Mau makan di luar aja?”


Akhirnya mereka berdua berhenti di McDonalds, karena semua tempat makan penuh, nggak nyaman aja gitu mau makan berdua tapi sekelilingnya banyak orang lain. Ya udah akhirnya mereka drive-thru aja dan berniat makan di parkiran.

“Kamu apa?” tanya Gun.

“Mbak, Happy Meal mainannya apa?” Jane bertanya pada Mbak-Mbak McD. “Little Pony, Kak.”

“Aku Happy Meal aja deh, Mbak. Kudanya bisa milih kan?”

“Bisa Kak.”

“Aku mau yang pink, ya.”

“Oke, saya ulangi pesanannya ya.”


Jane tersenyum girang ketika mendapat kuda poni warna pink di bungkusan Happy Mealnya. Gun hanya geleng geleng kepala melihat tingkah Jane. “Kamu kayak masih kelas dua.”

“Biarin, lucu, kok!”

“Kayak Win, dia ngumpulin kuda-kuda itu juga,”

“Iya, ini aku balapan sama Win koleksi ini. Dia belum punya yang pink, bentar aku mau pamer dulu.” Jane mengambil ponsel, dan memotret kuda poni warna pink itu dan mengirimkannya pada Win.

“Aduh!” Gun berseru saat ia tidak berhati-hati membuka saos dan tumpah ke bajunya. Jane yang melihat kaus putih Gun berubah warna langsung panik dan melupakan kuda poni barunya, “Eh gimana sih!” Jane mencari-cari kotak tisu di sekitarnya, tapi tidak ada. “Ini mana tisunya mobilmu kok ga ada tisunya sih?!”

“Coba itu di dalem dahshboard, tolong ambilin!”

Jane membuka dashboard dengan terburu-buru, namun begitu membuka laci dashboard, ia melihat ada sebuket bunga mawar di dalam sana. Ia terpekik kaget dan melirik Gun yang sedang pura-pura melihat langit-langit mobil, tidak lagi panik dengan saos yang tumpah di kaosnya, dan terlihat senyum-senyum sendiri.

“Kak.” Jane menggoyang-goyangkan lengan Gun. “Kak, ini buat aku kan?” Gun menoleh, “Apaan sih kok manggil Kak? Kayak ke panitia ospek!” “Ihhhhh. Jawaaaaab. Ini buat aku kan?”

Gun tersenyum kecil, “Iyaaaaa.”

“Iiiihhhh! Dalam rangka apa?!!!!!!” Jane langsung melupakan tujuan awalnya mencari tisu dan mengambil buket mawar itu. Saat ia akan mencium bunganya, Jane menemukan sebuah kotak berwarna hijau ditengah-tengah, ia mendelik, mengedipkan mata, memastikan ia tidak keliru saat melihat label Tifanny & Co di atas kotak itu, Jane membuka isinya, sebuah kalung berbandul inisial namanya, J, yang berhari-hari lalu ia keluhkan ke Gun, pengen beli tapi mahal dan nggak punya uang gara-gara abis bolos nggak jaga toko satu minggu.

“AAAAAAAA APA INIIIIIIIII??!!!!!!!!”

Jane berteriak heboh sendiri, ia menggoyang-goyangkan lengan Gun lagi, sementara Gun cuma diem aja sambil senyum-senyum nggak jelas.

“Kak, jawab!”

“Gak mau jawab kalo kamu manggil aku Kak terus!”

“Yaudah terus manggilnya apa? Sayang? Pacaran aja belom.”

“Yaudah ayok.”

“Ayok apa?”

“Ayo pacaran.”

“Hah?”

Gun kemudian meletakkan kotak makannya,mengambil kotak kalung di tangan Jane, “Sini tak pakein,”

Jane mengangkat rambutnya, membiarkan Gun memasangkan kalung itu di lehernya, setelah selesai, Gun berbisik di telinga Jane, “Jadi pacarku, mau, ya.”

Jane menggigit bibir berusaha tidak teriak. Ia membalik badan, melihat Gun yang masih senyum-senyum sendiri lagi. “Hah?”

“Hah lagi. Kurang jelas? Aku udah ngomong di telingamu.”

“Nggak denger.”

Gun mengulangi kata-katanya, “Jane, aku mau kamu jadi pacarku. Gimana, terima gak? Kalo enggak, sini kalungnya balikin.”

“Eeeeeh!” Jane mengenggam kalungnya erat-erat. “Jangaaaan.”

“Berarti?”

Jane memutar mata, pura-pura berpikir, padahal sebenarnya ia sudah pengen berteriak bilang iya disini, biar orang satu parkiran tau dia ditembak sama Gun. Udah nunggu dari lama!

“Mau nggak?”

“Emmm. Gimana yaaaa.”

“Halah.” Gun menjambak pelan rambut Jane. “Kalo kamu bilang enggak, tak turunin disini lho kamu.”

“AAAA JANGAN!” Jane berteriak lagi. “Iya, mau.”

“Apa?” Gun pura-pura budek, “IYAAAA, MAUUUUU, KOKO GUN SAYAAAAAANG.” Jane akhirnya berteriak di telinga Gun, membuat Gun langsung membekap mulut Jane, “Ssst! Jangan teriak-teriak! Entar kedengeran tukang parkir!”

“Biarin! Biar semua orang tau kalo sekarang kita udah pacaran!” ucap Jane. Gun tertawa, “Terserah kamu, deh. Sekarang mana tisunya?”

“Kamu sengaja seh,” Jane melemparkan sekotak tisu pada Gun, “Yes! Kita jadian duluan sebelum Bright-Win! Jane 1 – 0 Bright!”

“Eh, tapi Ko, jangan ngomong siapa-siapa dulu gimana? Bright sek galau mampus, tuh. Aku takut arek e semakin depresi kalo tau kita pacaran tapi dia belum pacaran sama Win.”

Gun hanya mengangguk. “Iya gapapa. Aku sih santai aja, yang penting kan udah pacaran sama kamu.” Ia mengedipkan sebelah matanya pada Jane.

“YA TUHAAAN GENIT BANGET IH MALES!”

“Kan genit ke kamu doang, sayaaaang.”

“Tapi gemes.” Ucap Jane, “Cium jangan?”