predawn

“thanks ya, kak.”

mobil seungcheol berhenti di depan rumah bright atau bisa dibilang kosan win juga, tepat pukul tiga pagi. win membuka seatbeltnya dan mengambil tas beserta barang lainnya dari jok belakang. “yuup, sama-sama, win. lo sempetin tidur ya meskipun cuma bentar, nanti jam 9 balik ke venue.”

“iyaaa kak.” seungcheol menurunkan kaca mobilnya, “kok masih terang, win?” ia menunjuk lampu ruang tamu rumah bright yang masih menyala. win mengernyitkan kening, nggak biasanya lampu rumah masih menyala jam segini. apa si bapak lupa gak matiin lampu, ya?

“oh, kayaknya ada bang wonu kayaknya lagi konsul tesis.” jawab win sekenanya. “sama pacar lo?”

“iya.”

“wah, enak ya ngekos disini. bisa bimbigan gratis hahahaaha.” seungcheol kemudian membuka kunci pintu mobil, “see you ntar ya, win.” win bersiap turun dan melambaikan tangan pada partner kerjanya itu, “hati-hati di jalan ya, kak.” seungcheol balas melambaikan tangan, setelah klakson satu kali, mobilnya pergi meninggalkan jalanan.

win kemudian mencari kunci gerbang di pot bunga depan seperti pesan yang ia sampaikan pada bright tadi. namun, ia tidak menemukan kunci disana. khawatir bright kelupaan, win mengambil ponselnya dan hendak menelepon bright, tapi karena takut pacarnya itu sudah tidur, win mengurungkan niat. ia berjinjit sedikit, melihat kamar-kamar kos di lantai dua, berharap ada salah satu saja lampu yang masih menyala alias penghuninya belum tidur, namun nihil. semuanya sudah gelap.

iseng, win mencoba menggeser pintu pagar, dan ternyata, belum terkunci. lagi-lagi win mengernyit, apa bright lupa juga? setelah masuk dan menutup pagar, win pelan-pelan berjalan naik ke tangga kos. ia berusaha meminimalisir langkah kakinya sepelan mungkin agar tidak menyebabkan suara gaduh.

“win.”

hampir terpeleset saking kagetnya mendengar ada suara yang memanggil, win berpegangan erat-erat pada sisi tangga sebelum ia menoleh, ia kemudian melihat bright berdiri di daun pintu rumahnya sambil melipat tangan, “loh? kamu kok belum tidur?”

“sini dulu.” bright memiringkan kepala, memberi gestur agar win masuk ke dalam rumahnya. win menatapnya keheranan, jam 3 pagi ngapain disuruh masuk rumah? namun melihat wajah bright yang serius, win akhirnya menurut saja.

“kok bau alkohol?” ucap bright begitu win masuk ke dalam rumah. win berjengit kaget, bukan karena ditodong pertanyaan seperti itu, tapi karena bright mampu mencium bau alkohol yang melekat di bajunya dalam jarak yang tak terlalu dekat. “iya tadi aku mampir klub bentar...”

“kamu minum?” sela bright, “enggak, aku masuk doang... tadi...”

“jangan bohong ya win, saya tuh juga pernah muda.” lah, apa sih ini. jadi dia nyuruh gue masuk ke dalam rumah cuma buat marah-marah? “beneran enggak...” ucap win.

“saya gak suka ya kamu pualng pagi-pagi,” ucap bright dingin. “lah, kamu kenapa sih?” tanya win heran. “biasanya aku juga pulang pagi-pagi kok.” ia membela diri.

“iya tapi enggak sampai diantar atasanmu itu.”

“kak cheol?”

win menatap bright yang kini membuang muka, kemudian ia berkata “kamu... cemburu?”

selama berpacaran, bright belum pernah sekalipun marah. win sebenarnya sudah berkali-kali diam-diam pergi ke klub, padahal ia tahu bright tidak suka, dan walau akhirnya ketauan juga, bright juga tidak marah. ia sering pulang pagi karena bekerja, tapi bright tidak pernah mempermasalahkannya. baru kali ini win lihat bright seperti ini.

“kamu resign aja dari eo,” ucap bright memecah sunyi diantara keduanya. “lah, kok gitu sih?” protes win. “kamu dari awal juga tau kalo aku kerja di eo pasti pulangnya pagi-pagi gini, kalo kamu gak suka harusnya kamu gak pacarin aku, lah.”

“win.” bright menanggapi ucapan pacarnya dengan nada suara yang rendah, win tau bright sedang berusaha menahan emosinya agar tidak keluar. “iya dulu kan kamu masih single, bebas mau kemana aja terserah, mau pulang jam berapa aja terserah. sekarang kamu punya saya, harusnya kamu hargai saya juga yang nungguin kamu setiap hari, khawatir kamu pulang pagi pagi terus, apalagi barusan kamu dianterin laki-laki lain.”

“tapi kan kak cheol cuma atasan aku,” win masih berusaha membela diri. “kalo kamu gak mau kerja di perkebunan atau peternakan saya bisa cariin kamu posisi di kantor tambang. kamu mau yang mana tinggal pilih,” bright tetap pada pendiriannya.

“saya tuh serius sama kamu, win. saya sayang beneran sama kamu, makanya saya khawatir. kamu kira saya ini gak kepikiran tiap hari liat kamu pulang pagi, tidur cuma dua jam terus berangkat lagi? saya tuh gak mau kamu susah atau capek, bahkan kalo kamu memang gak mau kerja nanti juga gakpapa, saya aja yang kerja. udah kamu di rumah aja nungguin kos-kosan.”

win diam saja. bright belum pernah menceramahinya sepanjang ini. sebenarnya win sekarang sedang takut, makanya ia memilih tidak membantah.

“saya tahu kamu udah sering nurut sama saya. tapi sekali ini lagi aja, nurut lagi ya, sayang?” nada suara bright melembut, tapi ia tetap tidak mendekat. sedari tadi mereka berbicara dalam jarak kira-kira sepuluh langkah kaki.

win menghela napas, ia masih diam saja. tidak berani menjawab, tidak berani menatap bright pula.

“yaudah kalo kamu gak mau jawab sekarang gapapa. dipikir dulu. kalo kamu mau tidur sini, itu di sebelah kamar milo ada kamar kosong. kalo mau balik ke kamarmu sendiri, ya silahkan.” bright kemudian mengakhiri percakapan, dan berjalan memasuki kamarnya sendiri, lalu menutup pintu.

ih, dasar bapak-bapak. win menggerutu dalam hati. minimal cium kening kek habis marahinsambil ucapin goodnight, main ngeluyur aja.