Tiga Utama: Sulfur – Kabar Burung
Pagi yang cerah, dan tenang. Hawa dingin masih berhembus melewati pepohonan rimbun di halaman rumahnya. Lina terpaku memandangi halaman depan rumahnya yang tak seberapa luas itu. Seekor kucing datang untuk minum di kolamnya. Ia hanya memandanginya dari balik jendela, memperhatikan kucing itu dari kejauhan.
Matanya mulai terpejam lagi, padahal ia baru saja bangun. Sesekali kepalanya terjatuh dan nyaris terbentur meja. Memang tidak biasanya ia bangun sepagi ini.
Ia menghembuskan napas panjang. Kali ini ia sungguh terlelap di kursinya. Matanya terus meminta untuk kembali tidur. Dan kali ini ia tak kuasa menahan kantuknya hingga kepalanya jatuh dan berbenturan dengan meja.
“Akhh!... ” ia terbagun dan memegangi dahinya. Ia bahkan tak sadar kalau kucing yang ia perhatikan tadi sudah menghilang.
Lina beranjak dari kursinya dan hendak menyeduh kopi. Namun tiba-tiba kakaknya muncul dari dapur. Mereka berdua nyaris bertabrakan. “Hei, hati-hati!” sahut kakaknya.
“Wahh... untukku?” Lina menunjuk secangkir kopi di genggaman kakaknya.
“Kau bermimpi. Buatlah sendiri.”
“Oke, oke... santai saja. Aku hanya bertanya.”
“Cuci mukalah dahulu. Kau terlihat kacau.”
Lina membasuh mukanya di wastafel. Kucuran air yang dingin membuat matanya tak ingin kembali terlelap. Ia bahkan tak ingat air di rumahnya bisa sedingin ini di pagi hari.
“Hei!” sahut Joan dari ruangan lain, “Kabar terbaru, kita pergi malam ini.”
“Hah? Kenapa malam ini?” wajah Lina terlihat setengah kebingungan.
“Aku baru saja dapat surat.” Joan muncul dari ruangan depan. Ia menunjukkan secarik kertas kekuningan. Sambil menyeruput kopinya perlahan, ia menyodorkan surat itu.
Lina mengambil surat itu dan membacanya:
“Joan, keadaan di sini sudah membaik. Jika kau masih ingin datang kemari, sekarang adalah waktu yang tepat. Kami mengadakan perundingan dan itu akan memakan waktu cukup lama. Aku sarankan kau pergi saat hari mulai gelap agar kau lebih mudah untuk sembunyi jika sesuatu terjadi.
Oh ya, aku minta tolong padamu. Jika kau bertemu siapapun yang memiliki tanda itu, tanda yang sama denganmu, bawalah mereka kemari. Kami butuh lebih dari sedikit bantuan.
~ Russuss”
“Siapa itu Russuss?” pertanyaan itu muncul begitu saja, “Apakah itu Russell?”
Kini Lina tersenyum mengejek kakaknya yang pipinya memerah. Joan tak ingin membalas pertanyaan itu. Ia hanya terlalu malu untuk menjelaskan.
“Sudahlah, persiapkan barang-barangmu dan istirahat. Kita berangkat malam ini.” Joan merebut surat itu dan pergi ke kamarnya.
Lina terus tersenyum pada kakaknya sambil meminum kopi yang ia tinggalkan di atas meja. Agar seandainya Joan menoleh, ia bisa menertawakan kakaknya yang tersipu malu. []