Jella merenggangkan badan, menatap laporannya yang tinggal dua lembar lagi. Melirik jarum jam, Jella memutuskan turun ke lantai satu sambil menenteng kunci gerbang.
Setelah sampai di ruang tengah, ternyata ada Erin dan Gisel yang lagi main uno stacko sama tiga cowok kosan, Jefran juga di ruang tengah, tapi sibuk menatap laptop. Karin jangan ditanya, mahasiswi juruan farmasi memang mengabdikan diri sebagai budak praktikum dan laporannya.
“Nggak ada yang mau keluar lagi, kan?” tanya Jella.
“Nggak,” sahut mereka kompak.
“Oke, gue tutup gerbang, ya.”
“Mau dibantu—” kalimat Erin terputus karena Jefran ikut menyambar.
“Sini gue bantuin,” kata Jefran deklaratif, tanpa persetujuan siapapun, dia berdiri dan berjalan keluar mengikuti Jella.
“Makasih, Jef,” kata Jella ketika Jefran mengambil alih tugasnya.
“Lo harus protes ke Bu Sumi sih, La.” kata Jefran sambil mengunci gembok.
“Kenapa?”
“Biar dikasih gaji,” sahut Jefran sambil menyerahkan kembali kuncinya ke Jella.
Jella menyimpan kuncinya di saku celana, geleng-geleng, “emang gue satpam komplek?”
“Loh, emangnya bukan?” Jefran bertanya balik dengan nada kaget yang dibuat-buat.
“Enak aja,” Jella nggak bisa menahan tawa.
Jefran ikut ketawa. Jella berniat naik lagi ke atas dan Jefran kembali ke tempatnya semula.
“Buru-buru banget, La? Sini dulu lah.” tanya Naka ketika melihat Jella berlalu.
“Iya, mau indomie, nggak?” Hema mengangkat mangkuk yang dipegangnya.
“Laprak gue belum selesai nih,” jawab Jella sambil berhenti berjalan, kemudian melanjutkan setengah bercanda, “lo semua gabut? Kerjain laprak gue aja.”
“Gue bantuin mau?” sahut Jefran out of nowhere. Sahutan itu membuat semua kepala menoleh ke arahnya.
“Eh, nggak usah, gue bercanda doang,” sahut Jella cepat.
“Gue serius,” jawaban Jefran lagi-lagi menarik perhatian.
“Ah, bisa aja lo.” Jella nyengir, “udah ya, gue ke atas dulu.”
“Laprak tulis tangan kalau lo lupa,”
“Inget kok, gue kan budak praktikum juga.”
“Lo mau nolongin gimana?” tanya Rigo.
“Apa aja, bantu nyuapin makan atau bantu ngipasin. Gue bisa kok cosplay jadi dayang-dayang,” kata Jefran, masih menatap laptopnya sambil senyum-senyum.
“Stress,” Naka geleng-geleng.
“Ngegas boleh, tapi pake otak,” sahut Rigo dengan ujaran bernada salty.
Erin dan Gisel sudah sibuk kasak-kusuk, Gisel mengangguk mantap ke Erin lalu berkata ke Jefran, “gue juga punya tugas makalah, kerjain dong, Jef.”
“Ogah.”
“HA! KETAHUAN! Lo naksir ya sama Jella?!” Erin menuding.
“Iya.”
“Gue cukup kaget, tapi jawaban lo nggak meyakinkan,” kata Erin dengan nada sangsi.
“Nah! Mungkin karena itu Jella nggak ngerasa lo suka sama dia, lo nggak meyakinkan,” Naka menimpali kalimat Erin.
“Gue serius suka sama Jella.”
Erin dan Gisel kompak menoleh satu sama lain dengan mata melebar, lalu kembali bisik-bisik, “this is getting interesting.”
“Mau dibantuin nggak?”
“Biarin usaha sendiri, biar seru.”
“Bantuin,” kata Jefran.
Gisel tiba-tiba berdiri, “sini lo, bersimpuh di hadapan gue dulu.”
“Harus banget lo bertingkah kayak gitu di depan indomie gue?” Hema memeluk mangkuknya.
Gisel menatap Hema sengit tapi ia kembali duduk, “usaha sendiri dong, Jef.”
“Kalau masih nggak bisa juga, tenang aja, gue punya kenalan dukun.”
“SIALAN.”