199

Dari dulu, Art Fest selalu jadi acara tahunan sekolah, proker OSIS yang paling asyik, yang paling ditunggu-tunggu, yang selalu rame. Penampil maupun penonton. Lapangan tempat panggung berdiri nggak pernah sepi siapapun yang tampil, dan sorakan nggak pernah berhenti setiap ada orang naik ke atas panggung.

Kakakku dulu, kak Hilmy, juga sekolah di sini. Aku nggak pernah ikut dateng waktu ada Art Fest meskipun acara ini jelas dibuka untuk umum, nggak cuma buat murid sekolah aja. Tapi aku nggak pernah mau dateng. Nggak ada temennya. Kak Hilmy juga nggak mungkin mau nemenin aku dari awal sampai akhir.

Jadi tiga tahun, tiga kali Art Fest, aku cuma di rumah, nontonin story Instagram kak Hilmy sambil baring-baring di atas kasur meluk guling. Sesekali juga dia ngelive yang tentu aku tonton juga.

Asyik.

Itu kesan pertama yang melintas di benakku waktu itu.

Makanya aku iya-iya aja waktu papa mama nawarin aku masuk SMA ini. Karna aku mau ikut Art Fest.

Ditambah dengan cerita Iva yang tahun lalu udah ikut Art Fest juga buat nonton kakaknya, aku semakin yakin kalau Art Fest bakal jadi satu momen di SMA yang paling spesial. Yang nggak akan pernah bisa aku lupakan.

Nyatanya, hari ini nggak demikian yang terjadi.

Acara yang aku tunggu-tunggu buat aku rasakan langsung selama tiga tahun nggak bisa sepenuhnya aku nikmati karna perasaan sakit hati yang menghantui. Begitu jam menunjukkan pukul delapan aku resah.

Setengah sembilan kak Hilmy muncul cuma buat say hi dan habis itu pergi lagi. Mungkin nyari temannya siapa tau ada yang ikut nonton.

Setengah sembilan juga Iva pergi katanya mules.

I was left alone in this crowded space. Sekarang pun, sepuluh menit sebelum jam sembilan, mereka belum balik.

247 Corners udah naik ke panggung dari semenit yang lalu dan nyapa penonton. Aku berdiri di bawah pohon, nyari sudut paling gelap di mana panggung nggak terlihat jelas dan yang di panggung juga nggak bakal bisa melihat aku dengan jelas.

Aku tau mereka akan membawakan dua lagu. Lagu pertama adalah Way Back Home, sesuai tema. Lagu kedua adalah lagu yang kutulis.

Lagu keramat itu.

Dalam hati aku merapalkan doa kak Hilmy tiba-tiba muncul entah dari mana supaya aku bisa ninggalin sekolah sebelum kak Iel menyanyikan lagu kedua.

I ain't that strong.

Tapi aku tau harapanku cuma tetep jadi harapan karna sampai Way Back Home selesai dibawakan dan penonton teriak-teriak ramai waktu kak Iel bilang lagu berikutnya adalah lagu orisinil yang dia persembahkan buat cewek yang mengisi hatinya sejak TK, kak Hilmy, maupun Iva nggak ada.

Met you when I was five You were there sitting in the corner I wanted to say hi also, to know you better.”

Mataku mulai panas.

So I went to grab a flower, the prettiest flower but you're gone before I said hello

Oh I never thought you, little girl will be my first love Still remember your hair, your face, yet your clothes

Oh I never thought I'll meet you when I am eighteen You're still the same, my feelings' stay.”

Bilang aku bodoh karna sekarang meskipun ada air mata yang menghalangi penglihatanku, aku masih berdiri di sini.

Took you out a couple times Gotta admit it's like a dream comes true Took us a little fight Cause I hate to show you my flaws

But you waited there for me You listen to all my stories and didn't judge I love you even more

Oh I never thought you, little girl will be my first love Still remember your hair, your face, yet your clothes

Oh I never thought I'll meet you when I am eighteen You're still the same, my feelings' stay

This is a stupid way to admit that I love you 'No need to be perfect to make me stay', that's what you said.”

Come to think about it, it's really funny how I be the one who wrote a song, a stupid love song for my crush who's now singing it to his first love. Aku nggak pernah mikir dunia bisa sebercanda itu.

Oh I never thought you, little girl will be my first love I want to make you mine

Oh I never thought I'll meet you when I am eighteen and you will say, I love you either way.

©amertarii