200

Aku lagi sibuk cuci muka di wastafel untuk menghilangkan kesan aku habis nangis waktu handphoneku bunyi. Notifikasi dari kak Hilmy.

Akhirnya.

Aku udah nggak sabar buat pulang.

Tapi harapanku sirna. Kak Hilmy ngechat bukan buat ngajak pulang, tapi buat ngabarin kalau dia sekarang ada di backstage karna barusan jatuh kedorong-dorong orang dan kakinya kesleo.

UKS jelas nggak berfungsi jam sembilan malam kayak gini, dan pos kesehatan terdekat yang dibuat timkes adalah backstage, karna kak Hilmy jatuhnya di depan panggung bukan di lapangan bagian belakang tempat pos kesehatan buat pengunjung ada.

Tanpa sempat ngecek penampilanku udah layak pandang atau belum, aku masukin handphone ke dalam tas, takut jatuh kalau aku pegang atau aku masukkan ke kantong celana waktu aku lari kencang ke backstage.

Butuh waktu sekitar tiga menit buat sampai ke backstage dari wastafel kamar mandi tempat aku berada tadi. Begitu sampai di backstage, kondisinya yang ramai bikin aku agak kesulitan buat nyari kak Hilmy.

Begitu aku menemukan kak Hilmy yang ternyata lagi duduk nyender, seseorang menghalangi jalanku. Hampir dahiku menabrak dadanya kalau aku nggak refleks berhenti.

Waktu aku mendongak, mataku bertemu dengan matanya kak Iel.

Sial.

Aku nggak memikirkan kemungkinan bahwa kak Iel, sebagai performer terakhir, closing acara, sekarang bakal ada di backstage. Tolol sebenernya. Pasti dia bakal ada di backstage kan? Tapi aku nggak sempet mikir apa-apa saking paniknya baca notif dari kak Hilmy.

“Kak permisi aku mau nyamperin kakakku,” kataku pelan lalu bergeser ke kanan.

Di luar dugaan, kak Iel ikutan bergeser ke kiri, menghalangi jalanku.

“Kaje gue mau ngomong.”

“Nanti kak, atau besok, itu kakakku baru jatuh, kesleo.”

“Yakin?” tanya kak Iel.

“Hah?”

Aku mengikuti arah pandang kak Iel yang mengarah ke kak Hilmy, yang tadi duduk bersender sekarang udah berdiri, sambil nyengir, loncat-loncat.

“Kak jangan ngawur nanti kakimu tambah kesleo!” seruku panik, masih nggak ngeh apa yang terjadi.

Kak Hilmy, kak Iel, dan beberapa panitia lain yang ada di backstage ketawa keras, meskipun masih kalah keras dengan suara MC di atas panggung dan suara teriakan penonton.

“Kak apaan sih minggir dulu bentar,” protesku karna kak Iel masih menghalangi.

“Kaje dulu kamu sama kakakmu TK di mana?” tanya kak Iel tiba-tiba.

Aku mengernyitkan dahi bingung, bahkan nggak sadar kak Iel nggak bilang lo tapi kamu.

“Penting banget apa kak? Ngobrolnya nantian aja kenapa sih?”

“Jawab dulu, Je,” desak kak Iel sambil menahan bahuku untuk tetap berdiri di depannya.

“TK Garuda, kak Hilmy juga. Udah? Puas?”

Kak Iel menggeleng, mengeratkan pegangannya di bahuku.

“Kamu inget nggak pernah ikut jemput kakakmu satu kali waktu dia pulang sekolah?”

Aku masih nggak ngerti arah pembicaraan ini kemana, tapi aku tetep jawab supaya bisa cepat pergi. “Inget. Waktu itu aku jemput kak Hilmy sama mama trus mama lagi ketemu temennya dan aku ditinggal sendirian di poj-”

Hold up.

Sebentar.

No way,” desisku nggak percaya.

Yes way.”

That little girl was you. The little girl I saw sitting in the corner when I was five. The pretty little girl who made me went to pick the prettiest flower but when I got the flower that wasn't even half as pretty as her, she's gone. And she never picked up her brother anymore. And I met her again when I was eighteen. And she's standing here right now.”

Kak Iel menyelipkan rambutku yang berantakan ke belakang telinga, merapikan poni sampingku lalu meletakkan kembali tangannya di bahuku. “Right in front of me. Clueless. With no memory about a little boy who was looking at her thirteen years ago behind the wall. Apparently, people called her Kira, and the little boy is Gamaliel who calls her Kaje.”

I lost my words.

How did you know?”

How can I forget the prettiest little girl who thirteen years later she be the one who waited for me when I acted like a dick?”

“Kaje will you grant my wish by saying the last lyrics that you wrote but then I changed it? I'd love to hear it directly from you,” kata kak Iel sambil menurunkan tangannya dari bahuku, lalu membuka lebar kedua lengannya.

Aku mengabaikan kak Hilmy yang bersorak di belakang, juga dengan Iva yang muncul entah dari mana. Aku mengabaikan panitia dokumentasi yang mengangkat kameranya ke arah kami. Aku mengabaikan suara ledakan kembang api pertanda malam Art Fest 2023 sudah selesai. Aku mengabaikan riuh teriakan penonton di depan panggung dan ucapan selamat tinggal dari MC di atas panggung. Aku mengabaikan semuanya.

Never once crossed my mind that my first year of Senior High School will be this beautiful, amazing, great, any other cool word you can come up with. Never once I expected my first year of Senior High School is fulfilled by joy and joy only. Never once that I thought I am my first love's first love. Never once in my life I experienced this kind of beautiful love.

Senyumku merekah. Aku maju selangkah lebih dekat, memeluknya erat, mengubur kepalaku di dadanya lalu membisikkan di telinganya, “I love you either way, Gamaliel Risjad.”

©amertarii